PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

1.15.2012

TANJUNG KODOK, KEKASIH

kepala yang aku taruh di dadamu dulu
kini, benar-benar terantuk pada terjal batu
seperti katamu: pertemuan kita adalah sepenggal batu
dan kau mencoba mengeraskan diri

jalan panjang menuju tempat yang kausaksikan
sesungguhnya adalah waktu yang mengikis dirinya
membentuk sebuah monumen: ini aku menunggumu,
ciuman yang menyublimkan ombak-ombak
sebagai ruang untuk berpelukan
lalu kita saling memasuki

--memandang seberapa batas perahu menjadi titik
dan menghilang dari bibir



2012

1.13.2012

MEMORABILIA SEPENINGGAL KILOMETER PERJALANAN



"Warga Lamongan tidak suka hidup kepura-puraan,

akan tetapi menyukai hidup yang lugas, apa adanya dan tanpa pamrih."
[Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang]



/i/
lamongan, katamu, lamongan


kita sampai melintas ke atas jembatan ini:
lampu-lampu putih bundar menyisihkan cerita
kesepian tukang becak di bawahnya,
sepanjang jalan yang bukan keasingan
bukan sesuatu atau nama yang tak pernah
diperdengarkan. mungkin saja ini tepian
yang sama getarannya dengan langit sempit
di sebelah sana.


kita sejumlah bayangan pada sisa perbatasan kota
--peralihan menuju tempat yang tak ingin disembunyikan:
sehabis malam lalu, seorang penyair muda belajar
berdang-dut sendirian dengan cong yang di pojok bus
mencuri seribu cahaya lesap ke dalam paru-parunya
lantas dihembuskannya ke celah rapat kaca jendela, menahan
sebuah ruang bau pekat penuh jaket dan syal-syal tebal
dengan matanya yang berat ditimpa karat bening embun
dari hujan yang tumbuh buluh melalui alis matanya,
embun-embun serentak menciptakan seribu cahaya
jadi sebentuk susunan warna picasso tentang sebuah kota.
kota yang menelanjangi ruas-ruas pesisir


lamongan, katamu, lamongan



/ii/
pagi itu, sebuah, dua buah, tiga buah, beberapa
buah perahu mengapung tanpa hasrat atau kecerewetan.
ah, mungkin saja muka air ini diselubungi basah syahwat


mereka adalah perahu-perahu yang siuman
siuman dari lanskap kamp kamp penampung sampah plastik
putih, hitam, hijau, bunyinya. siuman dari seribu lebih cahaya
kembang api tahun baru!



/iii/
70 km menuju surabaya, bus ini tak henti
memenstruasikan bau orang-orang begadang
di atas trotoar yang mempertautkan antara
perhentian dan potongan-potongan jam
di pergelangan tangan mereka.


mungkin di paciran, tempat orang-orang
meyakini setiap jumat adalah tanggal merah,
masjid-masjid di setiap sudutnya dan tak banyak
orang mengabaikan jumlah azan yang mengepul
di riuh kota. di luar, kita tetap saja menghirup
desis ombak sekitar 30 meter dari ayunan
wbl. tak ada kepiting dan lumba-lumba di sini.
tak ada. bahkan sempat-sempat kau mencarinya
di gua insectarium, istana boneka, rumah sakit hantu,
atau tagada yang tersembunyikan pada peta.


70 km dari surabaya, langit gerimis memercikkan
kepalsuan seperti arena tembak ikan. demikian isyarat ini
apa adanya, seperti harga segelas pop mie hangat
yang dimanipulasi



/iv/
onta-onta kandang seketika mengembalikan kita
ke deretan kursi bus paling belakang
dengan punuk terlebar. seketika
mengakumulasi perjalanan hanya
menemui perahu-perahu yang berulang
bersitatap pada tinggi interval gelombang
sebagai jalan abadi.


sebentar lagi, kita meninggalkan perbatasan ini,
katamu, sebentar lagi


perahu-perahu itu masih ada, beserta barisan
sampah tas plastik warna-warni. kita seakan tertahan
melihat betapa asin tekstur sebuah sungai
yang membentuk delta pada rekat batu-batu kapur
dan perahu-perahu menahan angin yang mengantarkan
sampah-sampah itu pergi ke arah lebih jauh, atau bahkan
menyulapnya jadi ubur-ubur jemur


magrib semakin rimis, perahu-perahu memutihkan dirinya
tanpa mengenal siapa saja warga di dalamnya,
kembali ke dalam embun pada hitam kaca jendela
lalu turun ke lorong-lorong
menjadi kita


kuning ingatan



2012

1.05.2012

BEBERAPA TERJEMAHAN SAJAK PENDEK CHARLES BUKOWSKI


Sebuah Tantangan Menuju Gelap


tembak di mata
tembak di otak
tembak di pantat
menembak seperti bunga dalam tarian




Seketika Puisi Pergi

seketika puisi pergi ke ribuan dirimu
menyadari bahwasanya kau telah diciptakan sangat
sedikit




Selesai

Kita sama seperti bunga-bunga yang tak pernah merasa repot
untuk mekar ketika mesti mekar dan
seketika itu seolah-olah
matahari telah menjadi jijik dengan
penantian



Keberuntungan

sesekali
kita masih muda
pada
mesin ini...




Oh Ya

ada hal yang lebih buruk dibandingkan
sendirian
tetapi sering kali membutuhkan puluhan tahun
untuk menyadari hal ini
dan paling sering
ketika kau melakukan
itu terlalu terlambat
dan tidak ada yang lebih buruk
dari
terlambat yang terlalu



Puisi untuk Ulang Tahun ke-43ku

berakhir saja kesendirian
di sebuah makam dalam ruangan
tanpa rokok
atau anggur --
hanya sebuah bola lampu
dan perut buncit yang
berambut abu,
dan kesenangan untuk memiliki
ruangan ini



Memecahkan

Van Gogh memotong telinga ini
memberikannya kepada seorang
pelacur
yang melemparkannya jauh pada
kemuakan
liar



[sajak-sajak ini diterjemahkan secara bebas oleh Ganjar Sudibyo @2012]

12.28.2011

MORTI

tersebab lucia

kau ingin sekali bercinta di laut terang itu--
air yang kau bayangkan sebagai ranjang lima dimensi
menelanjangimu lekas mencoba lekang menyamai kesunyian
ah, betapa sahaja ruang yang kau bangun di basah rambutmu
sama seperti sekujur tubuh melayang dari kedalaman:
kau sebut itu kematian, kau panggil itu kehidupan


kau ingin sekali bercinta di laut terang itu--
menyetubuhi keasinan pertemuan dengan desah terasing
menggema dalam mercusuar yang kosong, hingga tak ada imaji
seorang kekasih memerankan seorang bintang porno
sungguh, tak ada kau di sana, tak ada kilap buah dadamu
sebab betis dan ujung kakimu berkulit lumpur abu kelu
maka lebih baik setubuh diam ini mengantar masa lalu:
kau sebut itu kematian, kau panggil itu kehidupan


kau itu
itu kau


2011

12.21.2011

UFUK YANG BERANGKAT

tak ada akhir, kata paz
kita adalah seni yang kembali
bening sepercik basah mata
menghuni kehilangan demi kehilangan
sampai datang bab kesepian van gogh
yang ia namai warna. siapa dapat
mengatur masa depan, sebab igauan
berangkat lebih dulu bersama ufuk
di perpisahan bahasa kita



2011

12.20.2011

SAJAK-SAJAK JIM PASCUAL AGUSTIN

LANSKAP

sepuluh kilometer dari laut,
dua dari rentang pegunungan
menjulang di atas bagian
kota. tiga di pagi hari
mendengarkan angin
yang terdengar lebih
seperti gelombang menerjang.

rumah terlihat masih
seolah-olah ada sesuatu
terjadi. dekat gerbang
dari flat ini kami menyewa
sebuah pohon Van Gogh,
tetapi aku tak dapat melihat bintang-bintang
dari jendela yang terkunci

seperti semua pohon lain
pada seketika di kota ini,
sedang berjuang
dengan laut tak terlihat

setengah dunia jauhnya,
tanah di mana aku pertama kali
menyentuh pohon dan melihat
tertiup lanskap angin
pada kulit mereka



DALAM LABIRINMU

Anak empat bulan,
kau meratapi tanpa
air mata.

Botol di sisimu,
kerincingan bib keriput, berdetak diam,
dan ibumu,

Semua enam belas tahun dari dirinya
Aku tidak bisa mengatakan bahwa kau telah dicuri.
Mungkin sisihkan

di suatu tempat
dalam labirin
kebutuhanmu.

Mengajarkan kita,
untuk memahami
bahwasanya paling rapuh dari binatang,

Apa yang kau gelisahkan.
Tentang kesabaran kita yang diukur
pada sendok teh,

Mungkin saja itu tidak akan pernah
cukup untuk mengukirmu
demi cinta


*Jim Pascual Agustin adalah penulis Filipina yang tinggal di Afrika Selatan. Sajak-sajak tahun 1997 ini, diterjemahkan bebas oleh Ganz.

12.19.2011

APOLOGIA: BECEK INI MENGANTARMU

tertanda timur budi raja


beginilah bahasaku mencoba menerjemahkan serak bahasamu
sejeda sunyi itu mengingatkan atas perjalanan buta dan tua
yang bilamana dikekalkan akan semakin hijau dalam pikiran
atau cokelat tua melikat-kilat di kulitmu. beginilah bahasa tubuh
perjumpaan tanpa banyak perjanjian. seketika pelajaran tentang
sastra yang pingsan seumpama kota yang lekas becek di penghujan,
seketika itu juga langit begitu kotor untuk mengenakan rumus permohonan
maaf: kebersahajaanmu


2011

12.13.2011

PUISI-PUISI KECIL YANG MENULIS DIRINYA DI DESA MERAPI



MEMECAH PERSEMBUNYIAN


tak perlu kau sembunyikan dirimu ke rekat
rerumput di sisi-sisi jalan yang coba kau
tirukan bayangannya. kemarilah, duduk
bersama kami karna kami tak sedang melarikan diri
dari bungkuk pinggang atau keringat bibir,
bahkan mempercayai batang singkong yang kami
cabut akan tumbuh kembali dengan umbi paling besar
esok lusa. ladang mengisyaratkan kami gerak tunas
tembakau menyempit menujumu. barangkali, dengan
gendar dan tempe di lidah kami, siang semakin
mengetahui betapa lunaknya persembunyianmu.
atau mungkin kau sedang meniru bayangan keranjang
di samping kami?


2011



JALAN MATA ANGIN TELOMOYO

fajar ini tumbuh-tumbuhan yang memanjang
dari tanah bahasa telanjang nenek moyang
--kita memburu basah di seluruh pucuk daun kol
merekam setapak-setapak yang berdebur
mata angin jauh dekat gunung itu


2011



YANG BERJATUHAN ITU TERKELUPAS DI KAKI

angin bambu-bambu meniadakan kehilangan
ialah kesunyian di sudut mata seorang anak
sepulang sekolah bersama lekuk rerumput
yang menatapinya. lalu segalanya mengeras
menunggu kejatuhannya setelah jejak terkelupas
dari kaki menuju kaki


2011



MEMBEKUKAN API, MENIKAHI ABU

suara kita timbul dari gosokan kedua telapak tangan kita
seperti patahan kayu-kayu itu ke dalam pokok api
sebelum menikahi abu. itulah diri kita yang sangsi
seraya berharap bisa membekukan api, segigil air
bak kamar mandi, kemudian pikiran-pikiran hangat
mencoba berjoget di dalamnya


2011



MENYEMPURNAKAN ANGIN SUNYI

entah dari mana angin ini tiada memanggilmu
dari keramaian bisu bambu ataukah tanah ladang
yang saling ingin digemburkan.
demikian para petani mencerabuti sunyi
sebermula bunyi rerintik keringat cangkulnya--
sesempurna perjalanan panen ketela


2011

12.06.2011

SEBAB BARA MELEMPAR CANGKANG

mungkin tak ada keheningan lebih dari kerobekan suara tepi pantai
pun malam dan bintang-bintang dengan paruh bentang dadamu.
sekian kali, aku bermaksud menjadikan seluruh tepian ini
senja selamanya tanpa kau, juga waktu selanjutnya.
sekian kali, malam adalah putaran asing, timbul jauh dalam
kobar unggun sepanjang ia mesti dipelihara sebagai api berbentuk
kesunyian. kita telah habis mempercakapkannya: batu-batu karang
serupa gua kematian sebuah zaman. kita telah habis menggetarkannya:
melempar cangkang seisinya hidup-hidup. inilah kemerdekaan sebenarnya:
proklamasi telah kita sampaikan sampai jari-jari lepuh dan suara hening runtuh
berulangkali, seperih terang-padam naik perlahan dari ruh bara waktu itu:
mendekatlah, segalanya mencair bebas di letup inti api di sampingmu
--tak terkecuali timbunan keterasingan.


2011

11.29.2011

MEMBURU PERTANDA

gerimis adalah perjalanan muda yang menerangkan
air serupa pasir-pasir yang dari jauh ke kaki
menginginkan naik ke atas kepala kita,
ombak seperti bersikeras menghabisi karang
karang di tepian, entah bagaimana kita kian
hangus saja sebagai pendatang. hangus
ditemaramkan matahari yang hampir masuk
ke laut jauh itu--tanpa percakapan dan ucapan
selamat jalan.
sungguh, kita tak tahu menahu bahwasanya
pesisir ini semakin basah menyertai tubuh kita
yang lelah. padahal di sini sebuah perahu menantikan
kelepasannya dengan gagah untuk bisa mengangkut
matahari selanjutnya. lalu dari mana kita mesti
mempertautkan isyarat dan bayangan-bayangan
yang coba dipegang oleh orang-orang, sebab
mata kita mulai sembab dan mulut kita merasa asin
tanpa perlu memasukkan bagian tubuh satu per satu
mengejar ombak terjauh.
terlalu banyak tanda asing di sini, dan tak perlulah
kita kenali satu demi satu. nyeri jari yang berdarah
setelah berulang menelusup ke celah pohon berdaun duri
serta kata-kata yang hilang beralir ke utara
adalah tanda yang utama sebab kita saling berkekasih.
cukuplah


2011

11.24.2011

KERIKIL YANG ASING

jalan raya pudak payung menuju sukun:
sepanjang jalan itu seperti mempertautkan antara yang kelak dan barangkali,

yang kelak:
seketika tujuan adalah muka yang perlu kita kembalikan
kepada nafas pengharapan pada kegelapan, baik
di atas langit, baik di dalam tanah

yang barangkali:
seketika perjalanan adalah uji coba perjalanan selanjutnya
tanpa begitu ambien dengan keramaian pun kelengangan
kedatangan-kepulangan, kecemasan-kebahagiaan

lalu kita mesti fasih meletakkan segalanya pada sebelah dada yang tepat
supaya tak menemu sesal: kita di dalamnya--sesat di antara
kerikil yang asing



2011

11.22.2011

VIGILI SEORANG WARIA TULI DI PINGGIR KALI BANJIR KANAL

yang datang atas nama luput bunyi doa panjang,
panjang sepanjang deras arus kali ini
antara geliat hunian triplek dan kayu
kerlip lelampu yang sama seksinya
dengan lelagu dangdut koplo
berjogetlah tuan!
bersama busung dada palsuku:

--terpujilah bahasa manusia yang dibungsukan
kemuliaan kepada kecemasan,
ia begitu sabar memerankan malaikat kecil
di malam sewaktu gambar bulan datang
mengambang sebagai jelangkung dengan luka jantung
pada lolong muka muka mata yang tak pernah menamakan
diri manusia


--salam ya suara suara telanjang
seperti permulaan saban orang orang pinggir
menuang airmata oplosan ke gelas bir
menenggaknya cepat sambil menahan getir
syahdu ini manja dan begitu harafiah
untuk diperdengarkan, diperdentumkan
ke gendang gendang telinga hampa udara;
o, siapa ia berkelamin hendaklah ia berjaga
di tempat yang tepat di petak umpat--
lalu sedapat dapatnya membaca-tafsirkan:
kepulangan lain tanpa bunyi, setelah tuannya
mengeramati celana dengan doa
sebelum berbuka.


2011

ATAS NAMA SAMPAN

atas nama sampan, tariklah aku ke luap sungai
ke negeri air bengawan—ke negeri
paling ngeri rakyatnya

atas nama sampan, kemudianlah kita menyatakan
bahwa air itu telah membakar rumah rumah
pinggir kali hitam. lalu aku melihat beberapa
petani mengairi hijau pepadi dengan
api hitam

atas nama sampan

dada kita telah sama sama sumpah
kepada setiap arus
untuk diangkat, diayunkan,
didorong ke pinggiran yang lebih
tenang riciknya. tak lagi jauh pasang
tak lagi berwarna api

atas nama sampan, nenek moyang kita
adalah perahu bocor



2011

KELUH KAU PASANG SORE DI JEMBATAN KARTINI

oleh karena sepanjang rumah di pinggir kali banjar timur kau panggil kematian
bertalu-talu yang berlalu lama mendiami isyarat kehilangan kota--peta yang
sebentar dilupakan orang-orang. seketika kau seolah dijatuhkan burung pelikan
sore itu ke air yang terbakar tanah. sore itu terlalu muda untuk kau maknai
sebagai angin yang lantang berlari dari selatan, dan derak jembatan akan terus
menyuarakan seberapa jauh kau mesti berkata kepada dirimu sendiri--
seberapa luas kau simpan keluh di kesesakan tanpa harus menyatakan
sesal demi sesal. sungguh kau, meski kelengangan jalan di sekujur jembatan,
sore inikah yang konon kau inginkan jatuh dari angkasa supaya bisa kembali
kau pasang bersama keluh yang berkelupas-lepas lewat celah hidumu
lalu bercerai satu satu?


2011

ELEGI YANG MENULISMU KEMBALI

tertanda m.p.


"1.
ada wajah ada yang mulai
menulismu dengan hati-hati"


maka kau kembali kepada waktu yang pernah
menyempurnakan muasal rajah di tubuhmu:
o, dengan penghiburan kutulis nama
dengan kesesakan kutulis nama,
nama itu engkau yang turun menjadi
basah ke pipi. basah menjadi putih di bibirmu


karena sejatinya segala peristiwa yang demam
tak akan membuatmu pucat, atau sepasi harapan
yang suatu waktu kuletakkan di dingin telapak
tanganmu:
inilah pertemuan yang kusangsikan
inilah pengembalian yang pernah kita percintakan
tanpa perhitungan


"2.
ada puisi mati-matian merayumu
memisahkan antara kata dan cinta"


dengan apa lagi isyarat perjalanan mesti membuatmu
berpaling dari kematian yang sengaja dipisahkan
atau kau musnahkan sebagai pengasinan
--penghidupan. kata telah sedemikian iba
menemanimu di kesunyian di jalan-jalan
menuju petang sepanjang trotoar katedral.
cinta telah sedemikian terlanjur terbutakan
oleh kedua matamu yang berkilau redup-redam,
karena di mataku selamanya kita hanya alangkah


"3.
pertemuan seumpama kemabukan
kesakitan yang melengkapi bahasa lain"


tak ada penyebab yang pasti. aku cuman kehilangan
mimpimu. pesakitan yang rakus membuat kau
semakin jauh dari jejakmu sendiri. tak ada penyebab
yang pasti. kenapa mesti memabukkan percintaan
yang kembali kita tikam pelan-pelan, kekasih



2010-2011