PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

3.24.2013

PERJALANAN




selanjutnya di temu waktu
usia adalah bagaimana cara kita
memaknai getah ingatan yang telah
kemas menjadi biru maupun abu

selanjutnya, sebelum kita mengenal
perasaan adalah waktu



2013

RILKE YA RILKE

Berikut terjemahan beberapa sajak Rainer Maria Rilke; Bahasa terjemahan ini merupakan bahasa yang ketiga setelah dari bahasa aslinya (bahasa jerman maupun bahasa perancis) disulih menjadi bahasa inggris. Oleh karena itu, bias yang terjadi sangatlah signifikan. Berikut merupakan beberapa sajak yang diterjemahkan dengan menggunakan interpretasi bebas (dalam seni menerjemahkan yang saya pahami):






You, You Only, Exist (Kamu, Hanya Kamu, yang Ada)

Kamu, hanya kamu, yang ada
kita yang berlalu, sampai pada akhirnya
yang kita lalui terasa begitu luas
bahwasanya kamu hadir: dalam peristiwa indah,
dalam segalanya yang jadi tiba-tiba
muncul menjelma cinta, atau mempesona
menjelma keriuhan kerja

Pada kamu, milikmulah aku, bagaimanapun waktu
menghablurkan aku. dari kamu menuju kamu
aku ini yang berjalan. di antara
ruang yang menggantung pada karangan bunga, tapi bilamana kamu
meraihnya, raih, dan raih: pandanglah:
segalanya menjadi festival!



Women in Love (Wanita dalam Cinta)


Itu jendelaku. Baru saja
aku perlahan telah terbangun
aku berpikir bahwa aku akan melayang
pada seberapa jauh tangkupan hidupku
dan di manakah malam dimulai

Aku berpikir bahwa segalanya
masih mengitariku
tembus pandang seperti sebuah butiran yang hablur
dalam, gelap, bisu.

Aku sedapatnya berjaga bahkan bintang-bintang
dalam diriku; begitu luasnya
selayaknya hatiku; yang betapa tulus
membiarkannya untuk pergi kembali

Kepada siapa aku mulai mungkin mencintai, menyentuh
layaknya sesuatu yang asing
nasib yang sekarang menatapku

untuk apa aku kemudian mengartikan
di bawah kealpaan
memancarkan pandangan seperti padang rumput
bergerak dengan cara ini dan itu

berteriak dan takut
supaya seseorang dapat mendengar panggilan itu
dan menghilang dalam takdir
menuju kehidupan yang lain



Childhood (Masa Kanak-kanak)

alangkah baiknya untuk menaruh perhatian, sebelum
kamu menemukan kata-kata demi sesuatu yang hilang
bagi masa sore kanak-kanak mereka
yang hilang dengan sekejap - dan kenapa?

Kita masih diingatkan : – kadang-kadang oleh sebuah hujan
namun kita tidak dapat banyak mengerti apa itu artinya;
hidup tidak pernah lagi sebegitu penuh dengan pertemuan
dengan reuni dan dengan segala yang tersampaikan

sebab dulu, ketika tidak ada yang terjadi di antara kita
kecuali apa yang terjadi pada segala harta dan makhluk
kita seperti berada di dunia mereka sebagai manusia yang berharga
dan menjelma dalam figur-figur yang riuh

dan menjelma seperti seorang penggembala yang sendirian
seperti terbebani oleh jarak yang luas
dan dipanggil dan direngkuh seperti dari kejauhan
dan perlahan seperti sebuah rangkaian baru yang panjang
masuk ke dalam susunan gambar-gambar
yang mana terus menerus membingungkan kita



Evening Love Song (Lagu Cinta Senja)

Awan-awan yang indah
membentuk sebuah lagu cinta senja;
sepanjang jalan mengelak untuk meninggalkan
bulan baru yang dimulai

Sebuah bab baru dari malam-malam kami
dari malam-malam mereka yang rapuh
kami berbaring dan menyatu
dengan horison-horison hitam ini



Interior Potrait (Potret Interior)


Kamu tidak dapat bertahan hidup dalam diriku
sebab ingatan-ingatan;
begitu pula kamu adalah milikku tersebab
dari sebuah daya cinta yang memanjang

Apa yang membuat kamu terlahir
adalah putaran semangat
bahwa sebuah kelembutan yang syahdu
berjejak dalam darahku

Aku tidak terlalu menginginkan
melihat dirimu hadir;
cukup bagiku untuk menjelma kelahiran
untuk sedikit melepaskanmu


Sumber: PoemHunter.com (yang dipublikasikan dalam bentuk pdf pada tahun 2004)
Sedikit mengenai Rilke, bahwa sebenarnya karya kepenyairannya yang paling mencuat adalah kumpulan sajaknya yang diterbitkan pada abad ke 20, adalah sekumpulan sajaknya yang berjudul "The Duino Elegies".

3.21.2013

DUNIA ANONIM*



*Dunia Anonim; “KONON, DI SEBUAH KAMAR YANG MEN-DOWNLOAD BULAN TAK HENTI-HENTINYA” -Ganjar Sudibyo-





Anonimitas berasal dari kata Yunani ἀνωνυμία, anonymia, yang berarti "tanpa nama". Sebuah keadaan anonim, saya sebut ‘Dunia Anonim’ sedang dibangun oleh Ganjar melalui sekumpulan sajak “Pada Suatu Mata, Kita Menulis Cahaya”, anonim dibatasi pada keadaan, dimana hubungan relasi sangat misterius, tidak dapat dipastikan apa dan siapa, suatu keadaan ambang batas, dimana ia berdampingan dengan tidak, tak jarang hubungannya bersifat acak dan eksperimental.


saya sedang membayangkan sebuah rencana besar tentang sebuah konstruksi seni sastra-puisi, ada kerja yang lain yang sedang diupayakan penyair ini dari banyaknya kerja kreatif berpuisi, ia sedang menarik-narik sebanyak-banyaknya pengetahuan dari dalam dan luar dirinya dengan sengaja, lalu diolah dengan acak, saya melalui engkau (wawasan pengetahuan), engkau melalui saya, saya-engkau-engkau-saya, saya-saya-engkau-engkau. Kerja kreatif ini terlihat sangat referensial, bisa saja memukau (mencengangkan) karena di tuangkan dalam teks puisi dimana kerja puisi bagi saya adalah kerja seni, yang ukuran dan capaiannya tidak mutlak.


Pada “KONON, DI SEBUAH KAMAR YANG MEN-DOWNLOAD BULAN TAK HENTI-HENTINYA”, saya melihat ada kerja makna yang lain yang dibebankan pada kata; bukan kata yang dibebani makna, namun sebaliknya, mungkin tidak saya bayangkan kenapa kamar men-download bulan, atau orang-orang kampung bermatakan channel televisi, keadaan demikian saya sebut selanjutnya sebagai dunia anonim, dimana relasi dibangun tanpa identitas, tanpa nama, seperti pada teks:
“ini seberang bukit: ruang bagi air hujan dan kemarau
Yang perlahan rembes ke ponsel touchscreen para
Investor, lalu telepon genggam model qwerty para
Penyapu jalan yang semakin buram dan tak jelas keypadnya
...............................................................................................
...............................................................................................
Ini seberang bukit: langit bernapas seperti bersepeda
Dan bus-bus tua yang memaksa menanjak
Melaju tanpa henti. Ketahuilah, seisi kota
Diam-diam telah bersepakat bahwa panggung
Adalah drama orang-orang pencinta asap


Gombel, senin, pukul tujuh pagi, musim
Kemarau, masih saja ada asap sepasang
Kekasih yang bersikeras bercinta di gazebo!” (Teater Asap Di Gombel)


Ada beban makna pada kata dalam tiga bait puisi diatas, beban tersebut membuat teks terasa asing dari bahasanya, apa ini hanya soal gombel (sebuah kawasan di Semarang), pertunjukan sibuknya sebagai kesia-siaan, atau bicara pada persoalan lain yang lebih besar?

Sebagian lagi Judul-judul sekumpulan sajak ganjar ”Benteng Portugis, Bahu Kita; Cahaya yang Berenang di Via Dolorosa; Carrickfergus; Dacha; Di Bawah Pohon Magnolia; Immaculata; Maleakhi; Marba; Morti; Oratorium; Oreillon; Sam Po Tay Djien” dst.


Judul-judul di atas dibangun dari sebuah narasi yang sudah ada sebelumnya, lalu di ceritakan kembali melalui perspektif ‘aku’, tapi ‘aku yang anonim; ragu’, karena aku bisa menjadi kamu, mereka, dia, kau; sangat cair dan acak sebagian besar tak ada tokoh yang menjadi apa atau siapa, hampir keseluruhannya ‘aku ’ berperan sebagai narator yang menentukan jalannya cerita.
“di sebuah tempat, manakala matahari tumbuh melalui
kepompong-kita menyaksikan orang-orang melumat
dada mereka yang penuh pasir; di sebuah tempat,
manakala mata kita tak pernah berseberangan memandang....” (Dacha:kita, kesedihan)

“pelayaran adalah sembahyang anak cucu kita-pawai kebajikan
Yang dihidupkan dalam nyaring kebisuan.
Sesampainya kata-kata ini tak tumpah jadi sepah yang rapal diujung ikat kepalamu.
Perjalan itu pelayaran panjang yang aduhai mengusik pendaratan; di mana
Mesti kita tanggalkan baju zirah pertama kalinya. ... ” (Sam Po Tay Djien)” dst


Ganjar membangun kembali narasi, tempat bahkan mitos, melalui konstruksi yang acak, aku dalam peristiwa, peristiwa didalam aku, aku diluar peristiwa, peristiwa diluar aku, terjalin secara acak. Posisi aku-kita-mereka-kau-dia mengalami krisis baik sebagai subjek maupun objek. Seperti kutipan pada teks:


“anak itu senang sekali membuat negeri dari tanah liat,
kau senang sekali dibuat cintaku rekat-rekat.
kitaku kita sedang berada didalam mereka tak senang tak juga pilu...
.............................................................................................................
.............................................................................................................
...kitaku, kita, sejumlah lentur tik-tok jam: kanak-kanak
terang yang dipersunting manusia dan kehilangan.” (Pada Suatu Mata, Kita Menulis Cahaya)

Kitaku, sebuah kenyataan bahwa kita (aku dan kau), menjadi hanya aku, ada proses matinya orang kedua, mati dimaksudkan bahwa tak ada lagi kehendak yang mandiri dari orang kedua, segalanya menjadi sepakat, bahwa baik aku ataupun kau sama saja, jadi kitaku, bukan kitamu, atau kita mereka, kecendrungan aku sangat mutlak, dalam sajak di atas, bahwa belum tentu kau (orang kedua) sejumlah lentur tik-tok jam, tapi aku sudah mengatakannya demikian, dan’ kau’ tak memiliki suara apa-apa.
Keadan demikian menimbulkan asosiasi kecemasan, bahwa dewasa ini hampir tidak ada lagi ruang privasi, segalanya digiring menjadi ruang yang terbuka, konsumsi massa, pembakaran habis habisan orang pertama, bahkan persoalan human crisis, pada teks :


“Seekor kucing mati terperangkap di tengah jalan raya,
Sore-sore. Orang- orang lalu lalang saja dengan jam
tangan berputar terbalik. Sore-sore. Sebuah kota
mendirikan gedung-gedung tanpa jalan raya. Seekor
kucing lahir denga matanya yang buta tanpa induk;
orang-orang mengendarai kesibukan tanpa pernah
mendengar suara kucing dan memperhatikan jeda.” (Soresore)


Seekor kucing mati, dan tak ada yang melihatnya sebagai kematian, kesibukan membuat pikiran kita melaju sangat cepat, sehingga tak ada jeda untuk mendengarkan suara kucing, seperti gedung-gedung tanpa jalan raya.


Ganjar menerima kecemasan dan menawarkannya pada kita, melalui kata-kata yang cemas, gugup, dan ragu pada bahasanya, ia ingin bergeser menjadi sesuatu yang melampaui kata-kata itu sendiri


“ibu,ibu,ibu...bagaimana cara yang tepat untuk
Mengartikan ketinggian itu, karena semua tempat tak
Lagi banyak menjelaskan batas. Maka pertama-tama,
Berjanjilah...lepaskanlah segalanya itu
Ke dalam aku,
Aku.” (Ketika Pertama seorangpun Belum Mampu Mengartikannya)


Penyair ini menerima yang datang padanya, dan ia juga menarik sesuatu untuk membaca yang sudah ia pahami sebenarnya, ilmu pengetahuan bagi ia berkilauan sehingga ia menyusun sedemikian rupa realitas berlapis-lapis, imajinasi tumpang tindih, dan menjadikannya “gambar-gambar yang menyala”, apakah sudah cukup menyala di hadapan pembaca, saya menganjurkan membacanya terlebih dahulu.


Supaya pada suatu mata kita dapat menulis cahaya










Salam,
Vivi Andriani Tanjung

3.20.2013

IKAN DALAM ES KRIM, GADIS KECIL ITU DAN INGATAN-INGATAN DALAM PANDANGAN

















kembalilah, ikan-ikan itu berloncatan dari kacamatamu;
seorang gadis kecil duduk di hadapan kita tanpa lelah
berbicara lantang tentang lelehan es krim yang berubah
jadi arus sungai. "kita tak sedang mengkhayal, bukan,
atau gadis kecil itu sedang mabuk dalam ingatan-ingatan
kita: masa-masa ketika waktu dan segala pandangan
di sekeliling belum sempat dikenal sebagai lingkaran
keriuhan dunia"

kata-kata. kata-kata kita perucapkan sebagai niat baik
seperti memandang sebuah rumah pengantin baru; ia
lalu menunjuk sebuah gambar yang bergerak dari sebuah
baju, memperkenalkan foto-foto, menamai wajah
dalam lafal-lafal dan aksen yang membikin kita gagap;
kata-kata telah berjaga di antara kita: menu-menu
makan malam, obrolan-obrolan yang tersusun dari jarak
tatapan kita, sebuah warung yang tiba-tiba tersentuh
oleh kebahagiaan gadis kecil

ini pandangan yang diperuntukkan bagi kita, dari pengembaraan
kembali pada jalan-jalan kembara. pandangan yang menuju
manusia beserta dongeng-dongeng para gadis kecil:
bahasa-bahasa eja yang tak sempat kita namai
dan sebenarnya ada di dalam diri masing-masing

gadis kecil itu adalah kemesraan yang lahir
dari ikan-ikan di sungai metafora es krim,
memuasalkan kebebasan


2013



MENGEJAWANTAHKAN HUJAN



air langit, kekasih kami, berkatmu kami jadi kanak-kanak lagi

kami bisa membuka pintu: keluar rumah, berlari-lari melintasi
jalan-jalan becek di kampung, menengadahkan kepala
seraya berteriak, “hujan, isilah tubuh kami sampai kami
bisa mengapung di antara gelombang air parit!”;

air langit, kekasih kami, tersebab dirimulah kami tahu
ada gelombang yang tak bisa kami lalui sendirian;
hujan, dan hujan tidak akan selamanya mengisi tubuh
kami dengan air seperti waktu dengan setiap detaknya.

pada jalan-jalan yang mempercayakan arah kepada
telanjang kaki-kaki basah kami, pada sisa percakapan
tentang kenapa langit tak juga mengasihani kami
dengan menurunkan sedikit batas antara akar rumput
dan lapisan ozon yang konon tipis itu, pada dirimu
kekasih kami:
luhurlah segenap perasaan-perasaan yang kelabu
atas nama riuh-senyap hujan




 










2013

MENERUSKANMU, MENERKA-TERKA KITA



aku tidak ingin memilih sifat apa yang mengandung dirimu;
malamku, bukankah rembulan tetap saja tidak bisa
menembangkan kata-kata sebagai sepanjang sungai jernih
berbatu yang selama ini kita cari?

melangkah di setiapmu adalah perihal caraku meletakkan
paham demi paham tentang selebihnya kelam dan
seluruh eja lampu-lampu jalan yang sering binal
menasrifkan cahaya.

di depan, segala tujuan tersebutlah perasaan
yang mesti ditumpangi. sebab itu, percayalah malamku 
kita tidak perlu menunggu lama-lama, bahwasanya
segenap pikiran adalah diri kita yang kembali pada mulanya
pada hasrat masing-masing.

sebab itu, sebab semuanya, aku tidak ingin memilih
bagaimana pandangan ini terus menerus aku lenturkan
menujumu. sebab itu, anginlah kita














2013

3.03.2013

KATA-KATA PADA LENGAN KEBEBASAN


(ia bertolak, tapi tidak untuk memeluk yang riuh
maupun yang sangsi, ibunya)


~ daripadanya tak pernah menyebut gusti;
sebab ia percaya gusti benar-benar sedang tidur
di zaman seperti ini. hanya malaikat-malaikat
dan sejumlah penebusan dari langkah-langkah
asing. orang-orang pada parade kecemasan.
benda-benda yang kini dihidupkan oleh sekian
penyair muda.

"aku tak mau terjerumus
aku tak mau terjerumus. sungguh"
,
katamu

malam itu hujan dan petir; mereka
datang bukan atas perantara dewa zeus
--sebuah perayaan telah dimaklumkan
di atas meja dan kita yang menghayati kursi;
sebelum kata-kata tiba pada waktunya
bukan semata dari bibir atau pikir. ia
tidak ingin memaklumi sartre ataupun
nietzsche...ada yang ingin kembali
setelah dulu sekali dikenangkan.
tapi bukan aku-aku

~ daripadanya foto-foto tangan menggenggam
digarisbawahi. kejadian kemudian berkata-kata
seperti gaya bercerita seorang dosen yang
sebentar tak ingin menarik tubuhnya dari kursi;
sepanjang kelas, pikiran ini bertaruh:
aku atau kamu yang menjadi
puisi-puisi kaum sufi di hadapan gusti

di sampingku kini, kata-kata ingin dilepas
bukan cuma sebagai pembaca


2013

3.01.2013

SEKALI LAGI MERAYAKAN FOTO-FOTO



jalanku tak tuntas menempuh ingatan,
barangkali aku mesti bersabar dan tak melulu
memperkarakan ukuran bagaimana atau apa;
aku duduk saja ngopi-ngopi, melihat televisi,
penjual dan pembeli, membaca sms
dan sebuah galeri di laptop

kesepian yang lain begini seperti meletakkan restu:
dengan gaun, kamu mencintaiku perempuanku?
seorang tua yang berbincang sekilas di warung tadi
seperti menggambarkan gaunmu

sekarang, remaslah jari-jariku yang menyimpan debar
dan rupa gaunmu; dini hari ini
kita perlu masuk merayakan dingin foto-foto sekali lagi
-- mengindari rumit ingatan


2013

2.24.2013

MENCINTAI IFIGENIA


~ jarak yang berwelas asih, langit manapun adalah
kekasih di pundak kita; langit-langit ini, bukankah medan
pertempuran yunani telah lama menampung angin-angin
yang sarat pengorbanan. melalui bagaimanapun peristiwa,
jiwa yang selalu mengeras dalam kesunyian ini ialah peringatan
akan seorang perempuan para pengasih pertumpahan darah;
percayalah, kuil-kuil tetap akan menyimpan kabar-kabar
yang mengelam berkat perantaraan dewata. dunia tahu,
takdir yang melampaui kekuasaan para dewata tidak
akan pernah tergantikan oleh kecamuk bangsa tauria;
sebab itu, yang tertinggal dan tergenggam oleh pasir-pasir
yang mengeras akan senantiasa merawat sesabar-sabarnya
pandangan menatap pulau padas: keselamatan inilah
anak semata wayang, hanya dekat detak kata-kata
yang bersemayam di antara perhitungan-perhitungan
mengenai keagungan-keagungan yang terlampau tinggi
dan kosong.

jarak yang berwelas asih, sejauh rapal doa-doaku
telah kutumpaskan dengung kekhawatiran para dewata
daripadamu

~ ada yang diam tak terjemahkan pada kalimat-kalimat
yang semestinya dapat membesarkan ketabahanmu;
sebagai nasib, dirimu yang pergi adalah bagian dari
masa-masa yang dipinang lepas dari bagaimana
cara bertahan paling baik terhadap semua hukum
dan keputusan-keputusan tak karuan. demikian
nasib ini perjalanan bahasa keindahan yang kemudian
ditutur-katakan: henyaklah sungai-sungai kesepian,
tentramlah angin-angin yang berlawanan, pembebasan
di garis depan, dan puisi-puisi sebagai petunjuk.

selebihnya di berat perasaan-perasaanku padamu,
ayahanda yang mulia, bersedialah waktu mematuki
wajah ini sampai dada bergemuruh setenang ombak-ombak
semenanjung tauris. memulangkan segala penebusan


2013   


2.17.2013

MEMPERKENALKAN BUKU: PADA SUATU MATA, KITA MENULIS CAHAYA







"...Jelas, Ganz bukan tipe penyair yang mengandalkan improvisasi dan spontanitas belaka. Baginya puisi merupakan hasil refleksi atas aneka rupa pengetahuan yang lalu-lalang dalam benaknya. Sajak-sajaknya sarat dengan pikiran, renungan, dan pertanyaan di seputar eksistensi manusia...." (Joko Pinurbo - Penyair)


Buku (beserta CD yg berisi musikalisasi dan e-book dua buku selama persediaan masih ada) saya ini sudah bisa dipesan dengan harga Rp 35.000,00 (belum ditambah ongkir)

Pemesanan melalui biaya transfer ke rekening berikut:
Bank Mandiri KCP Semarang Undip no.rekening 136-00-1133680-4 a.n. A Ganjar Sudibyo

No Hp: 085740969199 atau 085726800208 atau
081228617005.

2.15.2013

KABAR DARI JALAN-JALAN DI BANDUNGAN



kendaraan lalu lalang, kamu memelukku;
kata kamu, kangen kini serupa tanjakan-tanjakan
yang punya sedikit turunan. dingin sepoi-sepoi,
kamu merapatkan jaketku. pohonan dan ladang
melampirkan masa yang lain, yang sepertinya
pernah kita basahi; sayangku, sayang,
bolehlah kita mengenangkan rupa-rupa langit
yang mereka kenakan: hotel, motel, yang kelas
melati, yang ada permandian air panasnya,
tempat karokean, area pemancingan, toko bunga,
taman bermain, pasar buah, manggis dan kelengkeng
yang mesti kita lupakan harga per kilonya.

aku menelusuri saja ke mana suara-suara udara
meminta untuk dijadikan warung lesehan
dan makan siang: gurauan-gurauan yang lepas

kendaraan lalu lalang, kamu memelukku;
jalan-jalan selalu begitu saja, seperti tak mau
menyatakan waktu pada dekap aku dan degup
kamu; kata kamu, kangen kini rupa-rupa jalannya


2013

2.09.2013

BEGINILAH KITAKU




beginilah kitaku; angin-angin musim yang memburu
segala arah, jalan-jalan berlubang yang membelakangi
langkah-langkah menuju pertemuan selanjutnya
memang terkadang menjadi kabar persilangan
dan perasingan yang begitu hibuk dalam pertaruhan:
mana yang lebih dahulu menciptakan tanda
mana yang kemudian menciptakan ada,
atau malah keduanya sama-sama berebut
menyentuh degup waktu yang disangka kembar

beginilah kitaku, tak ada yang aneh dengan panggilan
ini bukan? sebagian orang barangkali menyebut perumpamaan
ini janggal, tapi sekian orang telah berupaya melawan kecamuk
masing-masing, lalu berjalan memberi nama demi nama
tanpa pengecualian

beginilah kitaku, hidup ini bukankah tak dapat begitu saja
disebut tawar, sebab ada saja yang berlalu dan datang
ada saja yang tak berhenti menyusun teka-teki
selayaknya percintaan pun pengetahuan

beginilah, bahwa aku ingin berterus-terang pada masa-masa
yang kini tak ada yang mesti aku banyak perbuat
selain terus menulis, memperkenangkan,
merayakan semua kelebat degup ini


2013

1.28.2013

SHENANDOAH

:mairead nesbitt




di biola, cahaya-cahaya merayakan nada-nada
jemarimu adalah langit yang menggerakkan awan;
orang-orang meletakkan syair-syair dari negeri celtic
pada detak jantung mereka di bulan yang menghentikan
segala musim. lalu inilah yang kusebut suara itu:
dawai-dawai telah membentuk seluruh mitos
jadi telinga kesunyian.
di biola, hanya di biola yang kau pertemukan
aku melihat tak ada orang bercerita tentang
kematian dan ketakutan. sebab jemarimu
merentangkan arah mata mereka
menuju dongeng-dongeng yang memang
benar-benar tidak bisa diterjemahkan
melampaui gesekan waktu













2013

PADA SEKIAN PERTEMUAN

: aula SLB

lalu pada sekian pertemuan, sebuah ruang hanya milik suara-suara;
anak-anak menyanyi, anak-anak berlari, anak-anak membaca lukisan
anak-anak mengeja tuts-tuts. anak-anak mengetuk-ketukkan kaki mereka,
anak-anak menari dan tersenyum. lalu pada sekian keasingan, mereka
melupakan perayaan-perayaan itu; sebuah ruang hanya milik
gambar-gambar. anak-anak membuat kata-kata tanpa jeda,
hanya dengan dunia di depan mereka seluruh pandangan
melingkar dan bergantian untuk dinamai.

lalu pada sekian kesempatanlah, segenap kegigihan
dipertaruhkan. sebab peran masih saja terasa sulit
untuk dipertukarkan; terhadap suara-suara
terhadap gambar-gambar. terhadap bahasa


2013

1.26.2013

DI NANGGROE, KENANGAN ITU LAUT



["Ayah..., maafin Putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri berani sumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. malam itu putri cuma mau nonton kibot (keyboard/organ tunggal-red) di Langsa, terus Putri duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan Putri.
Sekarang Putri gak tau harus gimna lagi, biarlah Putri pigi cari hidup sendiri, Putri gak ada gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin Putri ya..!!, nanti Putri juga pulang jumpai ayah sama Aris (adiknya). Biarlah Putri belajar hidup mandiri, Putri harap ayah gak akan benci sama Putri, Ayah sayang kan sama Putri...???
Putri sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin Putri ayah... Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya... (Putri sayang Ayah)."*]



doa dan segenap diri ini niscaya, putriku
kita bukan bijeuh orang-orang itu. pahamilah baik-baik
bukankah kita telah belajar dari kebencian-kebencian: tanah ini
yang mengemasi anak-cucunya, yang mengajari kita
menjadi sebaik-baiknya seorang perempuan, sepantas-
pantasnya. masya Allah, putriku…
di gampong, ada zubaidah, ada fitri. mereka sedang dipaksa
belajar patuh, tidak keluar rumah terlampau malam. di luar sana
polisi-polisi syariah berjaga. mereka tak ingin lagi mendengar
perempuan pulang malam, ditangkap, dinamai pelacur, lalu diusir dari gampong
seperti seorang teman mainnya malam minggu lalu;

putriku, doa dan segenap diri ini niscaya
percayalah, dari pulau yang jauh, sumurlah ilmumu, lalu pulanglah
ibu rindu. di nanggroe nanti, ibu berjanji menyanyikan do do daidi
lagi sebelum engkau lelap. peluk-peluh ini, ibu titipkan untukmu;
sekalipun negeri ini memedihkan, bukankah kita tetap cinta gampong
ladang-sawah yang mempersalinkan laman kenangan kita sebentang laut?

bek ta takot, Allah hai Po illa hon hak,
anakku




2012

KETERANGAN
*) Nukilan surat dari seorang anak kepada ayahnya sebelum gantung diri setelah dicap pelacur oleh polisi syariat aceh. Sumber berita:  http://jaringnews.com/keadilan/sandal-jepit/22885/malu-dituduh-pelacur-oleh-polisi-syariah-aceh-putri-memilih-bunuh-diri.
bijeuh: keturunan, gampong: kampong, nanggroe: Aceh,
do do daidi: lagu daerah aceh yang biasa dinyanyikan oleh ibu kepada anaknya,
bek ta takot, Allah hai Po illa hon hak: jangan takut, Allah Sang Pencipta yang punya kehendak.