PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

5.18.2014

LAILA ( VIII )



mengenang kita;
tiba-tiba aku ingin menulisi dinding
ruang kerjaku tentang batin berisi
puji-pujian atas doa yang dipanjangkan
dengan sedikit mesra dan rasa sakit

pergulatan kini pada kenyataannya 
bukan bangunan jiwa yang mau runtuh
karena tafsir mimpi yang salah; ketahuilah
menulis laila untuk kesekian kali diperlukan 
sedikit cara menghentikan berkali-kali lupa

dan menyunting doa-doamu kini
jauh lebih menyembuhkan 
daripada menempelkan perca kata
di meja kerja dengan sedikit bodoh


2014

KEINDAHAN



Keindahan tidak selalu identik dengan hamparan sawah hijau, gunung, sungai, atau alam mahaluas pada sisi kilometer-kilometer kita. Aku ingin memberitahu kalian tentang sebuah laku perjalanan labil yang jauh nan singkat. Ketika sebuah perjalanan diciptakan banyak hal oleh alam di dalam dada dan kepala kita. Demikian keindahan bukan sekedar hal yang tampak sederhana untuk dipahami; keindahan adalah cara tak kasat mata yang diperas ketika dinding diri menahan benturan-benturan keras. Perasaan-perasaan yang kadang tajam dan tumpul. Pikiran-pikiran yang menggelinding dan menanjak. Ketenangan jiwa yang lurusnya tak terukur.

Kawan, titik laju ini ada sebagaimana aku menyerahkan diri demi menulis tentang kalian yang menetap lama lalu muncul tiba-tiba mengetuk pintu sementara aku tak mampu sekalipun membuka tirai jendela. Inilah, sebab menghidupi kata-kata adalah jalan silih.  Tuhan barangkali bersama para pejalan.



2014

5.12.2014

RANJANG GERIMIS BIRU



sebenarnya di balik selimut ungu kita sedang belajar
melupakan lanskap-lanskap kenangan dengan sedikit
nyala api mimpi. mimpi-mimpi lugu nan lucu. ya, pada
mulanya selimut memberi kita hangat dan gelap.
dalam gelap, hangat kata-kata yang dulu pernah jatuh
lesat pada koyak hati telah membikin perasaan-perasaan
kita jadi teduh dan jauh lebih dekat dengan kita;

sebuah ranjang mewah yang dibentuk beku waktu
telah menampung langit, lamunan beserta resah
puisi-puisiku kepadamu
(di seberang jendela:
ada yang berlalu tentang
mereka yang kita percayai telah menciptakan bau
humus selepas mendatangkan gerimis di antara
pendar cahaya matahari musim kemarau)

kita tahu kini sebenarnya
segala pelukan segala resah
segala rencana, segalanya kembali
menjadi alpa sebelum dada-dada
kamar hingga kaki-kaki ranjang
karam oleh titik demi titik
biru pilu yang dikandung
lautan masa panjang kita


2014


5.06.2014

BLUES TENTANG KEMATIAN BAPAK*




hei bapak yang mati, aku melayang pulang
hei orang miskin, kalian sendirian
hei papa tua, aku tahu ke mana aku pergi

bapak yang mati, jangan menangis lagi
ibu ada di sana, di bawah kolong
saudara yang mati, timbunlah pikiranmu

bibi renta yang mati, jangan sembunyikan belulangmu
paman renta yang mati, aku mendengar isakmu
o kakak perempuan yang mati, betapa syahdu aduhmu

o anak-anak yang mati, pergi bernafaslah
dada yang sesak akan meringankan kematianmu
luka pun lenyap, tinggal sisa tangis dihisap

kepandaian yang mati senimu telah tuntas
pecinta yang mati tubuhmu lekas hilang
bapak yang mati, aku sedang menuju rumah

guru yang mati firmanmu benar
pengajar yang mati, pun aku berterimakasih
kau telah menciptakan inspirasi menyanyikan blues ini

buddha yang mati, aku bangkit denganmu
dharma yang mati, pikiranmu pembaharu
shangha yang mati, kami akan bersegera melampaui

penderitaan adalah apa yang lahir
ketidaktahuan membikin aku pilu
kebenaran penuh tangis mencemooh pun aku tak mampu

bapak yang mati, ini perpisahan sekali lagi
kelahiran yang kau munculkan bukanlah hal buruk
hatiku masih tetap, sebab waktu yang akan berkabar


*) Terjemahan Uji Coba terhadap sebuah puisi karya Allens Ginsberg berjudul "Father Death Blues"

LAILA ( VII )



; layar dibuka
tokoh-tokoh keluar dari tubuhmu
adegan-adegan yang sama
penonton yang sama

dari tubuhmu
panggung menghapal sebuah drama
yang bergerak tak kenal melampaui
suara-suara aduh tubuhku
tanpa pernah ada yang tuntas merapal


2014

5.02.2014

LAILA ( VI )



ingatanku, laila
: surga sehimpun doa keputusasaan
yang bernyala dari cair lilin-lilin,
saripati kesetiaan serafim

dari langit kegelisahan, cahaya dijatuhkan
menerobos ritmis lengang jalan raya
yang kini aku

ya... malaikat kesunyian

kamu;
seperti halnya dingin yang telanjangnya
mematuk-matuk senyap mataku



2014

5.01.2014

LAILA ( V )

di meja makan itu kamu letakkan
: kenangan, mimpi-mimpi panjang
lalu tak jauh sebuah pisau di dapur
matanya kini membikin kamu takabur

duh, kita yang begitu lemah
menjadi irisan jiwa-jiwa; menjadi
peristiwa gagap yang ujungnya dipotong
tiba-tiba

sayangku yang lampau,
apa yang perlu kita mengerti sebenarnya
sebab jarak yang tajam dan mahamesra itu
telah menciptakan hubungan berjumpalitan
; gaung kita kembali dari tiada
dari tiada
....tiada


2014

4.21.2014

LAILA ( IV )



kayangan, bidadariku yang palsu
mari kita buat perjanjian baru
satu untuk kangen
satu untuk benci


2014


LAILA ( III )



laila nama kamu
pada cinta jalan yang absurd
mengajak kita untuk tiada berdusta;

dunia adalah alamat
orang merayu
orang lena
jika puisi terus menabur garam
pada kata-kata, siapa bisa diam
untuk sekedar merasa
tidak bertanggungjawab?


2014


LAILA ( II )



awan pada langit tua
cinta kita seperti nasi basi,
hujan kata kamu
tak ada kata-kata
tak ada rindu-rindu

hijau pupus



2014

LAILA ( I )



mata kamu yang jauh, tuhan di sisi kita
dalam hening subuh, ini dingin
seperti lengang jalan-jalan
yang tumbuh pada bahu kita

laila, pada putih bayangNya
kita diskusikan cinta
dari puisi-puisi suci yang hablur



2014

4.13.2014

ANGIN APRIL


kepiluan, kekasihku
adalah rutinitas kecil
sejak mimpi-mimpi telah menghisap air
dari kemuning daun-daun bambu
di teras kamar kita.

 lalu angin membawa serta
bayang-bayang hari-hari sepi
yang tak pernah bisa kita tolak;
riuh ini tak lekas terbenam
sebagaimana bulan-bulan
yang lurus naik menumbuhi
kita dengan upacara
perayaan-perayaan nonsens

 tersebab perasaan-perasaan yang kini
menampung terlalu banyak pilu
lalu; udara basah macam apakah
yang sedang kita hirup?


 2014


4.02.2014

MALAM KEPADA PAGI KEPADA PALLAS



selamat malam para tukang bangunan,
tangan-tangan keras, kaki-kaki kapal
cuaca kami di tanah seberang
telah selamat dari pagi hari yang membusuk
menjauh dari peralatan mimpi orang-orang,
mereka yang menumbuhkan lumut-lumut
pada pondasi rumahnya sendiri
; sophia, mana kau ke manakan?



2014     

3.27.2014

QUO VADIS


kota yang karam,
takdir mencintaimu adalah jalan sunyi panjang
sisi yang jarang dilalui doa orang-orang. sebab
daripadamu ada ketakutan yang biasa memanggil
memanggil namamu.

romawi, romawi, inikah kepiluan nero atas suatu bangsa
yang bertebar kabar gembira bahwasanya api keselamatan
bersarang di antara para budak?

caesar, rabi kita seorang rasul tua berbalik arah
menyerahkan dirinya, mengaramkan kepalanya.
memilih nas yang belum digenapi
; tetelastai ?

2014 

SISHOPUS 21 ABAD



adapun jari-jarimu tumbuh dari tombol-tombol tahun
tak kenal abjad tak kenal angka, hanya simbol
yang terangkum dalam tangkapan mata;
kepala kita yang tak diragukan lagi
bisa menampung kerja

sekian segalanya kembali berjalan dari kaki diri
ke puncak diri dari batu-batu diri;
lalu kenyataan-kenyataan pahit
munculnya bukanlah sekedar sisipan,
atau pandangan kosong

abad-abad bertaruh: ini dunia harapan palsu atau
sebenarnya tak ada. orang-orang hanya menimbun
tapi selalu merasa kehilangan

adapun dewata, telah dijelmakan semesta
berabad-abad lamanya
sebelum kepahitan memiliki muasal yang sama
; dibutakan


2014