10.30.2015

4 PUISI DI SUARA NTB



















Suara NTB, tertanggal 31 Oktober 2015, Hari Sabtu menayangkan 4 puisi saya di lembar Jendela Sastra. Berikut 4 puisi (tanpa lintas tanggal penulisan) tersebut:

AFORISME PERTEMUAN SINGKAT
:kate

ia peristiwa teramat singkat yang dekat, aku berada
tepat di belakangnya berusaha memegang lekuk pinggangnya
tapi ia lari tergesa menuju sebuah ruang yang sebenarnya
tak asing bagiku. ia menghilang di tengah keramaian
antrean orang-orang. (katanya, ini sebuah rekam ulang
dari sepanjang kenyataan yang berputar cepat dan pendek)

sehabis perempuan molek itu, yang kukira kekasihku,
aku mendengar seolah ada lirih suara malaikat
menurunkan nasihat dalam ayat dalam mimpi
subuh tadi: berkunjunglah ke kubur
yang kelak purna merestuimu, layaknya matahari
bapak dan ibumu

lalu aku terpaksa melepas jerih isak; hidup sepanjang kini
hanya untuk mencintai tanah kehilangan,
merelakan langit kepergian?

aku lari sebelum diketuk-ketuk oleh mata kesadaran
pemilik dada yang mahalapang
kate, kekasih narsisiusku,
ke mana saja dirimu yang malang?



BAKAL CINTA HABIL

petang terbiasa menunggu sesuatu yang tumpah
kering disesap oleh cahaya-cahaya kedua; lalu
di mana pisau mata sunyi yang pernah membikin
bulu mata merahku berembun sedemikian rupa?

tangan-tangan perih kini semakin tak menyesal
sebelum berkali-kali bersalaman, sadar
kerna pada petang mereka gampang sembunyi
bahkan jelma jadi bayang bayangan susut
dihisap kelip neon jalanan

yang petang kutemukan di lain mataku, nubuat berahi
yang dirampas demi menggenapi nas:
kulepas cintaku, sepisah jiwa yang akan tampak agung
bilamana dipercikki oleh pendar sengsara dari langit

petang terbiasa tak tuntas kerna cintaku
berlalu lalang jadi orang-orang
memanggil-manggil:
nabi, nabi,
kenapa kita mesti sembunyi mengasah dosa sendiri?




MENYANGSIKAN YANG TAK PASTI

“but uncertainty is more beautiful still”
(wislawa szymborska)

siapa tahu angin ke mana, itu sebabnya
aku mulai tak merindukan apa-apa
selain mencari pecahan mimpi yang sirna;
pandangan kini yang condong ke utara
telah menyediakan maksud:
masa depan, kau tak perlu takut
ada sejumlah lentera yang dibikin gadis kecil
pendongeng korek api, ia bisa menyalakan
peta masa depanmu hingga kau tak merasa
terlalu sunyi di dalam pikiranmu sendiri.

masa telah menyebabkanku beriman pada angin
pada dongeng-dongeng yang gelap
sebab runtutan bencana tak tentu seperti rencana,
mereka telah sedemikian rupa membuatku
murtad terhadap diriku sendiri




MATA KESUNYIAN YANG DIBERKATI

ada perasaan handarbeni yang mirip cabang-cabang
pohon di depan rumah kami: tua, kokoh, dan berbuah

tua:
perasaan itu ditanam sejak kami dinamai
sejak itu unsur usia yang sebenarnya tidak bisa kami bebaskan
bisa kami lalui lewat lekuk-lekuk kambium, garis-garis
yang menjadi batas antara abad dan abadi 

kokoh:
karena perasaan itu berlapis adanya, bukan topeng
melainkan memang benar-benar jujur. ini kami.
murni milik kamu yang tersembunyi dan paling dasar ;
sebab kami kamu berdiri

berbuah:
kami bisa merasakannya. ia bukan datang dari lidah
yang kepanasan atau kedinginan. kami bisa merasakannya
dan bentuknya yang angslup menyerupai jiwa kami telah
semakin besar serupa pandangan keji orang-orang suci

nah, pahamkah dirimu dengan mata kesunyian kami
yang diberkati oleh orang-orang yang melupakan sejumlah
waktu sebagai luka sejarah dan air ludahnya sendiri?





0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini