PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

2.17.2012

PUSJKIN, RUSIA 1837

: memperkenangkan alexander sergejewitsj pusjkin


di tangan kiri kau pertaruhkan sejumlah peristiwa
yang sesungguhnya ingin mengusir kematian, kata orang-orang
perkelahian itu membelot menuju dirimu sendiri. shakespeare,
kepadanya sebab-sebab kau tulis tawanan di kaukasus
bersepakat untuk mengenang sejarahmu bersama byron. seketika
romantisme itu selesai sudah dengan pertemuan yang membikin
sederetan kekasih melarikan diri dari buku-bukumu. di tangan kiri
kau peram luka dari kain yang tak sengaja memilikimu sebagai
seorang pembawa pedang anggar. luka itu darah yang penuh
nganga kesepian, darah seperti anggur merah yang baru saja
keluar dari pabrik, katamu. tapi kau tak benar-benar berkelahi,
atau membawa pedang anggar di arena. kau hanya main-main,
naik-turun memainkan langit yang jauh dari gaduh salju dan
sisa kenangan yang terseduh. kau hanya main-main,
mempermainkan puisi-puisi yang kedinginan dan berdiri
sendiri-sendiri di setiap kejadian di luar perpisahan. kau
hanya main-main, mempermainkan kematian karena
kehidupan lebih layak dipandang sebagai tawanan
perang yang tiap hari makan sisa makanan babi. sekali lagi
di kota ini kau hanya main-main, mempermainkan kota
mempermainkan tahun yang mempersedihkan
kemain-mainanmu


2012
“Tawanan di Kaukasus”: karangan yang disusunnya ketika dalam pembuangan.

2.12.2012

HOMEOSTASIS



matahari itu telah tergunting, katamu
sebagian menempelkan cahayanya di perut-perut
yang menahan lapar. langit yang hijau, rupanya
sedang mempercintakan setiap ngilu yang kejang
dengan kebahagiaan secara bergantian.


2012

SEBAB AIR ITU TERLALU LELAH TERTAMPUNG DI AKUARIUM


mengingat putu wirawati

1. gelembung-gelembung udara pecah di permukaan
seperti mempermainkan perpisahan yang lama,
mengenalmu. sungguh berbenak-benak mataku
ditanak oleh bunyi riak sepanjang obituari ini
merapal namamu. diam-diam. bergantian
seperti bulatan gelembung yang tasbih
menguatkan air untuk tetap sebagai air,
bukan udara yang tampak janggal

2. ini tabiatku yang sedang tak tahu negeri asing,
mana mungkin bunyi anyir yang kau idap itu
mendekapi koral-koral putih dalam kotak air ini
bahkan mempersunting sebuah ingatan untuk
ditenggelamkan ke dasar kaca, bercinta selamanya
dalam sangsai duka yang suci dan basah tanpa merasa
bosan. ini tabiatku yang tak panjang-panjang
memperkarakan tawar percintaan

3. kau iris ngilumu saja, kau tebar bersama letupan
gelembung-gelembung udara di permukaan yang
tak pernah kau hitung berapa ganjilya atau sampai
kapan sebuah kenangan berkelahi dengan arus
yang selalu sama hingga membuat limbung
selekas perasaan kauhanyutkan ke buih-buih
sebagaimana bunyi deras pompa air.
kau iris ngilumu saja, kau tebar berdua bersama
air sebagai kesatuan yang merestui kegelisahanmu

4. air itulah yang membuatmu kepayang lalu pingsan
demikian seterusnya, kau mencoba membikinnya lebih
abadi karena langit hanyalah air yang bertahun-tahun
terus bergerak dalam akuarium dengan alangkah tenang
keletihannya


2011-2012

SAJAK UNTUK HAN : REQUIEM NEGERI BHINEKA


karena Indonesia tidak tunggal ika*


han, ingatlah negerimu
para pecundang yang tak mau
menghentikan aksinya di jalanan
di gedung-gedung, di penjara-penjara
di kantor-kantor, di mana saja
mereka menegakkan kuasa
di atas segala. halal segalanya halal
oleh kekuasaan

seribu tahun kau tak pulang,
apa kau takut menyaksikan orang-orang
yang meremas jantung mereka sendiri
mempersilakan keburukan mengubur
nasib mereka di tanah kelahiran yang
berulangkali kena gusur dan tembakan
senapan ke udara

mungkin saja tak ada yang berani melek
atau mungkin di negeri ini orang-orang
terlalu feminin untuk menegaskan kebenaran
--menyatakan cuman satu yang mesti
diperjuangkan

ya han, bisa saja kau benar
tentang berapa warna yang coba
disatukan dengan paksa lewat
batu-batu dan senjata tajam
atau desing peluru

betapa di tempat lain
orang-orang tampak merisau
berapa yang harus mereka bayar
untuk menebus kehilangan
di negeri tempat orang bersalah
dipancung;

demikian di lain tempat
orang-orang sedang berusaha
mengembalikan ladang-rumah mereka
dengan cara menjahit mulut
menghadap istana merdeka
ke mana nurani persatuan-kesatuan
seperti yang membikin sejarah tujuh belas
agustus empat lima. segalanya seakan
tercerai-berai perlahan-lahan. hingga
yang ada hanyalah rasa amarah kepahitan
dan pancasila yang sayup-sayup hampir lenyap

hah!



2012
(*Semboyan majalah bhinneka)

MEMORIABILIA ORANG PINGGIRAN



“The struggle of man against power is
the struggle of memory against forgetting”
[Milan Kundera]


1.
tanah yang kami huni sekarang tak mengenal tanda baca seperti dulu
mana kala kami masih mampu menuliskan isyarat mimpi bagi sanak-saudara
bagi kesederhanaan di rumah rumah kami

- ternyata, yang lebih tak pasti dari mimpi kami itu tersangkut
antara dinding dinding cokelat retak sehabis penggusuran -

2.
kami tak ingin menceritakan airmata kami sendiri
karena airmata telah sering menjadi tontonan yang dijual
pada mata layar layar televisi

kami ingin belajar mengamalkan keadilan.
keadilan. hanya dengan tanah nenek-moyang kami

demikian, kami bisa menguburkan separuh riwayat kami sendiri
tanpa melupakan harapan yang berjatuhan di sidang-sidang
gedung pengadilan

3.
barangkali, ini takdir yang salah. kami terlahir di tanah yang salah.
beranak-cucu dengan penghidupan yang salah tanpa banyak kesah
kenapa mereka bilang terserah;
tapi, biarlah. segalanya telah tumpah dan sebah.

4.
keadilan, lewat pertanda kami meringkasmu
lantas melumatnya ke muka wajah wajah kami
menjadikan tanya dan pinta untuk setiap kedukaan
setiap kemarahan yang hendak mudah dilupakan

: tentang harga berliter liter doa-airmata
yang berasal dari tanda baca kami sendiri
menikam di ulu ingatan!


Semarang, 2010


2.09.2012

POTRET SORE DI TERMINAL

sepeninggal rendy, bersama arif dan fitri

1. sebuah botol menggantung, temali
retas sama seperti waktu yang kita cadaskan,
kita mengemasnya ke kantung-kantung cemas
di jaket, di baju, di celana. ah, mungkinkah kita
kehilangan kosa kata tersebab kepulangan
kuduga sebagai pembatas buku atau
kebersambungan sebuah peristiwa
yang tiba-tiba menyusun kegagapannya
-- kursi yang kita duduki seolah bergerak
mengukir pantat kita dengan alamat
keresahan

2. tanpa sadar, sebuah perjalanan mencoba melarikan
potongan potret sebuah lensa 14 megapiksel,
di cicaheum, di cicaheum. sekali lagi di cicaheum,
pertemuan menyimpan pekerjaan yang padat seperti
senin itu. lantas kita menghayatinya, melubangi dada
masing-masing dengan barzanji tentang perpisahan
yang tak rampung dan tak kunjung. tanpa sadar
sekali lagi, keniscayaan langit merah pucat
menimpai kita sebagai ruang terlebar
semacam gedung pameran fotografi.

3. sua itu tak berkesudahan mengenakan lalu lintas
bus-bus yang merayakan kehendak para penumpang,
sebentar lagi, ya, sebentar lagi. sebuah matahari
akan terbit dari roda-roda bus sebelum pelukan
sampai jumpa

4. tak ada hujan. tak ada mendung. hanya penghiburan
yang berulang kali kita sulangkan layaknya kenangan
dan lalu lalang orang-orang


2012

BAIT SEUMPAMA, SEUMPAMA BAIT

teringat peri sandi


seumpama seperangkat alat puisi itu dipanggilnya
peristiwa yang bernama sandang: ingatan,
demikian dengan kenyataan seumpama film
penyembelihan hewan kurban yang dinyalakan
di hadapan fitri. tapi ia menjauh sebab darah
begitu keluh dan aduh di dada. lantas tiba-tiba
kau seolah mengigau tentang umur yang remaja
itu: kenangan yang kau pisah-susunkan ke dalam
track-track seumpama sejumlah deret lagu di winamp.
seumpama bunyi bait ini adalah kesaksian bagaimana
kau peram lubang demi lubang seumpama pertemuan
yang sedang cantik mengeroposi dirinya di jalan-jalan
penyembuhan



2012

1.30.2012

MALAM TENGAH HUJAN DI TEMBALANG

sepeninggal vivi, guri, dan arif, peristiwa datang bergantian


i. jam begitu payah menasbihkan bunyi tiktoknya
sebagai percintaan yang hendak disenyapkan
rapat-rapat bersama nomor rahasia di ponselmu,
pohonan semakin diam menumbuhkan getir-khawatir
kapan mereka tumbang tanpa ada angin gaduh
yang berjalan sangsi perlahan dari mulut, dari musykil
pikiran-pikiran konyol tentang dingin korek api
dengan ukuran pakaian dalammu.

ii. tak ada keasingan di sini. lampu-lampu menyala
sebagaimana mestinya seperti bunyi kesabaran klakson
di kemacetan. tak ada hasrat di sini. warung-warung makan
masih buka selebar harga kelaparan yang lengang. hanya
kesunyian berkelebat di antara pasangan yang sedang
mengartikan selebihnya kehangatan—air bersitubuh dengan
suara cairnya sendiri, lalu turun, mencari-cari letak ke mana
ketiadaan hendak dialirkan. dilahirkan kembali

iii. di dalam kos seorang kawan, pertemuan hanyalah percakapan
winamp bersama poster pram di getar kaca. di sebuah ruang
yang atapnya tiba-tiba menciut ke bawah dan basah, kau berusaha
lari memutarbalikkan putaran jam yang hampir patah, menimpali
kebodohan lewat cahaya yang dipalingkan. mata itu




2012

1.29.2012

KATAMU, MASA LALU YANG RINGSEK DI SEBUAH PERLINTASAN


"solo, solo, solo, katamu,
lampu-lampu tua di sriwedari
yang cahayanya mengacaukan kenangan
seperti halnya suara perlintasan kesabaran
patung seorang wanita yang sedang membatik"

I. kaca-kaca mobil adalah rahim bagi kesunyian
bukan kekhawatiran pun kegigilan yang dicatat
berulang. gelap itu warna serak: cahaya pertama
yang terpaksa dipalingkan, katamu. di luar sana
orang-orang berusaha telanjang untuk mencatat-
warnai tahun-tahunnya. yang satu pekat hitam,
yang lain kontras selaras. lantas semuanya tergesa
masuk-resap, seperti ingin memerdekakan kesunyian.

II. mata kita bersikeras untuk membersihkan diri
dari nama-nama jalan yang terasa asam, memenuhi
lambung ingatan sebelum jam-jam melucuti asah pisau
yang tercipta oleh risik sapu jalanan pagi-pagi atau
kantong kresek yang dibakar bersama batang-batang
tumbang. mata kita bersitegang memaknai mereka:
kota-kota yang tak berlalu menumpaskan sejarah
sepanjang kita terus bertanya, sampai kapan
jalanan ini menamai dirinya dengan kesaksian
cat-cat trotoar dan pembatas jalan.

III. alangkah peristiwa-peristiwa lalu menjadi begitu
kuning seperti sinar lampu. hijau rindang seperti
beringin di tengah taman kota. air semakin terlihat
payah di pipimu. masa lalu itu sepeninggal pertemuan
yang cengeng, katamu, meringkus kebahagiaan sama
halnya dengan menyusun angin yang keluar-masuk
menyatakan keberantakan sejumlah ingatan—perjalanan:

"solo, solo, solo, katamu,
lampu-lampu tua di sriwedari
yang cahayanya mengacaukan kenangan
seperti halnya suara perlintasan kesabaran
patung seorang wanita yang sedang membatik"


2012

ANTIFON RETARDASI MENTAL

“seperti pada permulaan, sekarang, selalu
dan sepanjang segala abad”

ampunilah kami wahai milenium picisan
kami tak terlihat menyakiti diri kami sendiri
bukan? wajah-wajah kami sedemikian
menyepadankan usia seperti memeluk kaca
jendela di pagi hari—memandang wajah kami
yang selalu sama dan sama.

o matahari, beri kami cahaya. beri kami cahaya
biarlah bahasa kami tetap mengepul membekukan
segala ucap senantiasa bertalu menabuh kejujuran
dalam gelap setiap orang yang menatap kami:
kenapa kami ada untuk dicipta atau memang
kami lahir supaya manusia belajar tentang
kesabaran bagaimana bisa menyebut dirinya
manusia.

maka, tersebab sunyi yang membikin kami
sendiri, asuhlah kami seperti kami mengasuh
bahasa kesepian yang membelah dasar airmata
yang tak tampak. bahwasanya orang-orang
melihat kami renta karena sepanjang usia
adalah permainan demi permainan tanpa
memandang kedewasaan sebagai ibu
untuk kami tiru. ampunilah kami
karena kami bergegas ke bahasa lain
yang tak mudah untuk disimpulkan.

“seperti pada permulaan, sekarang, selalu
dan sepanjang segala abad”

jauhkanlah kami dari kecacatan berulang
yang jauh dari manusia. jauhkanlah



2012

CAHAYA-CAHAYA YANG MENULISMU

tersebab andre kertesz


1.
mereka yang berada di dalam lensa
adalah kebajikan selebihnya hasrat
untuk memandang, apakah mata ini
tercipta dari puluhan zoom atau zoom
itu menjadikan mata ini memetakan
objek-objek lalu menjadi sesuatu
tentang keabadian diam di punggung
lensa yang terbalik.

2.
jingga itu kelabu syahdu, sesyahdu
nama warna-warna baru affandi. kelabu
yang membesarkan sepia sebagai jalan-
jalan retak di kota tua. jingga ialah isyarat
kenapa langit tetap saja seperti seorang
gadis berlari di padang rumput ketika
dilihat. kelabu itu jingga dalam kaca:
jaket beludru merah maroon,
ada gigil terjepit di dalamnya.

3.
hitam bukan melulu perkabungan
atau kode misteri. sefasih-fasihnya
orang membaca dirinya sebagai foto
kenangan, foto itu takkan terlalu lihai
menyimpan tanda baca seutuhnya,
melainkan menceraikannya satu per
satu di setiap pandangan. hitam itu
kekaburan: ingatan yang tak pernah
rampung.

4.
cahaya adalah program satu juta kecepatan
peristiwa yang benam pada bentuk-bentuk
kekal siluet manusia


2012

1.24.2012

SAM PO TAY DJIEN

tertanda replika laksamana zheng he


1.
pelayaran adalah sembahyang anak cucu kita--pawai kebajikan
yang dihidupkan dalam nyaring kebisuan. sesampainya
kata-kata ini tak tumpah jadi sepah yang rapal di ujung
ikat kepalamu. perjalanan itu pelayaran panjang yang aduhai
mengusik pendaratan: di mana mesti kita tanggalkan
baju zirah pertama kalinya.

kau tahu, di atas kita bukanlah langit atau angin kencang
yang mengoyak-koyak awan, melainkan semacam pengetahuan
abadi tentang bagaimana memahami hilir ketinggian, bagaimana
menerjemahkan kerendahan sebagai rumput terhijau sebagai
tujuan yang tak pernah tuntas untuk dirayakan


2.
lampion-lampion itu matahari khusyuk yang menulis kearifan
sepanjang pencarian dipadamkan, demikian kau menamainya
doa yang getir. tanah ini sepia, kataku. pengembaraan bagi
orang-orang perindu cahaya, pemanggil abad-abad kegelapan
yang memantrainya dengan kelebat dupa atau bau sublim lilin
--lampion-lampion itu seperti membangun merah klenteng
di antara percakapan surau. mungkin saja ini pertanda
bahwasanya manusia sudah berulang kali siuman

ini monumenmu: pengasingan segala kesah yang seringkali
tak pernah disangka


2012

1.23.2012

SEBUAH LESAP MENCIPTA PERTEMUAN

tertanda arther panther olii


sebuah lesap datang dari nomor yang asing, berdering di handphone itu
seperti tak ingin sepi memandangnya jauh. jauh dari kaca jendela. sebuah
lesap menyatakan dirinya sinyal yang tiada sebagaimana kesunyian ini
berbentuk seperti wanita telanjang. ia itu semacam keypad kerinduan kota
terjauh, semacam suara burung pagi-pagi yang memanggil entah atau kata
kata tak terbaca di sebuah buletin indie. sebuah lesap berjalan di percintaan
yang kosong—menumbuhinya, menjadikannya pertemuan setiap kali mata
menatapnya sebagai suara berwarna merah muda. seperti wajah yang
daripadanya berulang kali menanggalkan kesedihan demi mengabarkan
sesuatu.


2012

1.18.2012

ASAP TERLELAH DI GOMBEL

ini seberang bukit perawat bangkai air hujan
orang-orang menanam waktu siang, menuainya malam-malam
lalu memeramnya ke lelap panjang tanpa ingin tahu
kalau masa depan sudah tak ingin jenuh
mengasihani langit dengan memberi banyak matahari.
di jalan, mimpi-mimpi mengantre sangat panjang
macet bepuluh kilometer hingga suatu saat
jalanan penuh awan karena orang-orang hanya diam
memakai masker dan otak yang super--kuper
membahagiakan diri bilamana kota tanah lindung
dijadikan tempat menghibur diri, merobohkan pohon
demi pohon. menggeletakkan hotel-hotel, warung-warung
kelontong, restoran 24 jam. ruang bagi air hujan perlahan
rembes ke ponsel-ponsel touchscreen para investor, mengeringkan
telpon genggam yang semakin buram dan tak jelas keypadnya.
semakin tak bernafas oleh timbunan asap, seperti pesepeda
yang memaksa melaju tanpa henti lewat jalan ini. rute
dengan tanjakan berat seberat asap bus-bus tua.
ketahuilah, kini di kota kebencian ini, semarang mulai
menampakkan orang-orang pecinta asap. asap-asap
yang terlelah tapi tak mampu punah karena tradisi,
membiasakannya seperti makan nasi basi.


gombel, senin, pukul tujuh pagi, musim kemarau,
masih saja ada asap sepasang kekasih yang bersikeras bercinta di gazebo!




2011

1.16.2012

SEBUAH PARAGRAF TERSEBAB FREUD

setiap manusia adalah pejangkitan dirinya. katamu, kita tak lekas selesai
berkelahi dengan bunyi yang diciptakan oleh kebisuan tentang nafsu pertama
di persembunyian. demikian kau namakan persembunyian itu kecemasan. mungkin
manusia hidup dalam struktur seperti sebuah kota yang kehilangan aliran
listrik,tak banyak bayangan di sana. dan bayangan telah menukar dirinya
dengan ketakutan yang berusia anak-anak, nampaknya. masa lalu memelantingkan
masa depan tanpa kejutan-kejutan di masa sekarang. manusia menyusun kepedihan
di dalamnya, berusaha menghayati diri sebagai masa yang bersatu dalam waktu.
usia tak lagi bertanya-tanya ke mana segala pikiran berujung, ke mana tingkah
laku mesti diselamatkan serupa barang antik.hanya saja, setiap persembunyian
memiliki wajahnya masing-masing. itulah yang membuat aku menumpahkan tanya:
kenapa kau menujukkan jalan kebebasan mesti melalui alam bawah sadar, bukankah
sama dengan perihal kenapa engkau membutuhkan kokain tanpa perlu menisbikan
kebahagiaan?


2012